Dina Listiorini on Wordpress

Para mis estudiantes

Monyet dalam Stoples June 20, 2008

Filed under: Kiriman Tetangga — belladina @ 2:59 pm

Mbakku mengirimiku satu tulisan yang dia dapat dari milis teman-temannya. Ku posting artikel ini untuk kalian sebagai sebuah renungan…

        

Monkey        Jar        monkey in a jar

 

Mungkin ada yang pernah membaca artikel tentang teknik berburu monyet di hutan-hutan Afrika, Caranya begitu unik. Sebab, cara itu memungkinkan si pemburu menangkap monyet dalam keadaan hidup-hidup tanpa cedera sedikitpun. Maklum, ordernya memang begitu. Sebab, monyet-monyet itu akan digunakan sebagai  hewan percobaan atau binatang sirkus di Amerika Serikat

  

Cara menangkapnya sederhana saja. Si pemburu hanya menggunakan toples berleher panjang dan sempit.   Lalu toples itu diisi dengan kacang yang telah diberi aroma.  Tujuannya, agar mengundang monyet-monyet datang. Setelah diisi kacang, toples itu ditanam dalam tanah dengan menyisakan mulut toples dibiarkan tanpa tutup.  

 

Para pemburu melakukannya pada sore hari. Esoknya, mereka tinggal meringkus monyet-monyet yang tangannya terjebak di dalam botol, tidak bisa dikeluarkan. Kok, bisa? Tentu kita sudah tahu jawabannya.  

 

Monyet-monyet itu tertarik pada aroma yang keluar dari setiap toples. Mereka mengamati lalu memasukkan tangan untuk mengambil kacang-kacang yang ada di dalamnya. Tapi karena tangan mereka  menggenggam kacang, monyet-monyet itu tidak bisa menarik keluar tangannya. Selama masih mempertahankan kacang-kacang itu, selama itu pula mereka terjebak. Toples itu terlalu berat untuk     diangkat. Jadi, monyet-monyet itu tidak akan dapat pergi ke mana mana! 

 

Mungkin kita akan tertawa melihat tingkah bodoh mereka itu. Tapi, tanpa sadar sebenarnya kita mungkin sedang menertawakan diri sendiri. Ya, kadang kita bersikap seperti monyet-monyet itu. Kita mengenggam erat setiap permasalahan yang kita miliki layaknya monyet mengenggam kacang.

 

Kita sering mendendam, tak mudah memberi maaf. Tidak mudah melepaskan maaf. Mulut mungkin berkata ikhlas, tapi bara amarah masih ada di dalam dada. Kita tak pernah bisa melepasnya. 

 

Bahkan, kita bertindak begitu bodoh, membawa “toples-toples” itu ke mana pun kita pergi. Dengan beban berat itu, kita berusaha untuk terus berjalan. Tanpa sadar, kita sebenamya sedang terperangkap penyakit hati yang akut dan sebenarnya monyet-monyet itu bisa saja selamat jika mereka mau membuka genggaman tangannya.

 

Dan, kita pun akan selamat dari penyakit hati jika sebelum tidur kita mau melepas semua “rasa tidak enak” terhadap siapa pun yang berinteraksi dengan kita. Dengan begitu kita akan mendapati hari esok demikian cerah dan menghadapinya dengan senyum. Dan, kita pun tahu surga itu diperuntukkan bagi orang-orang yang berhati bersih, tulus.  

 

  

“Jadi, kenapa kita masih tetap menggenggam toples-toples itu?”